Ingin Cepat Pakai Gas, Tabung Tak Siap?

Mungkin ada benarnya jika diduga instruksi wakil presiden Jusuf Kalla untuk mempercepat konversi minyak tanah ke gas, yang tadinya direncanakan berjalan selama lima tahun menjadi tiga tahun, agak bernuansa politik. Jika dihitung maju, maka tiga tahun tersebut akan jatuh pada saat-saat krusial politik di bumi Nusantara ini, 2009-2010. Pemilihan umum 2009 masuk diantara periode tersebut. Dan menjadi rahasia umum pula ia sepertinya berencana maju menjadi calon RI-1, tak mau puas dengan sekedar RI-2. Namun lagi-lagi orang Betawi bilang, namanya juga mungkin…….

Namun yang jelas tak ada yang salah dalam instruksi percepatan tersebut, meskipun jelas membuat Direktur PT. Pertamina Ari Soemarno,  harus kalang kabut. Alasan Jusuf Kalla sederhana saja. Waktu dua tahun yang dipercepat dianggap mampu menghemat uang sekian puluh trilliun (dana anggaran APBN) yang harus dipakai untuk mensubsidi BBM, yang harganya selalu naik. Dengan memakai gas, karena mampu diolah didalam negeri, beban subsidi BBM menjadi berkurang dan uang sekitar 50 trilliun Rupiah dapat dihemat. Logika sederhana yang cerdas.

Hanya saja Pertamina yang bertugas menyediakan tabung gas tidak siap. Untuk kebutuhan tahun ini saja mereka harus mengimpor 1 juta tabung gas dari kebutuhan yang sebesar 6 juta buah. Sehingga untuk kebutuhan tabung gas pada tahun 2008 impor harus bertambah menjadi 12 juta dari 9 juta yang direncanakan.

Namun rencana panambahan import ini agaknya ditolak oleh Menteri Perindustrian. Ia memberikan opsi perpanjangan sub kontrak hingga Febuari 2008 dan menurutnya pula, pembuatan tabung gas adalah pekerjaan mudah dan percaya target permintaan Pertamian dapat dipenuhi, meskipun ada beberapa keterlambatan pada tahun 2007.

Pelajaran utama yang dapat diambil adri kasus ini adalah, segala proyek besar yang direncanakan dan diatur oleh negara, terlebih melibatkan beberapa instansi pemerintah, acap kedodoran dan tak ada koordinasi.

Jika berasumsi bahwa instruksi Jusuf Kalla sebagai sesuatu yang baik, untuk mengantisipasi jangka panjang kenaikan harga BBM dan menghemat anggaran negara, maka soal import atau tidaknya tabung gas yang dibutuhkan tidak lagi menjadi soal. Yang penting kebutuhan sesuai target percepatan tercapai.

Hanya saja Menteri Perindustrian Fahmi Idris mungkin melihatnya dari aspek yang lain, nasionalisme. Harga diri. Masa para pengrajin di Indonesia tak mampu membuat tabung gas. Dua kepentingan yang tidak connect (nggak nyambung). Tinggal melihat mana yang mau didahulukan. Dengan membuat didalam negeri mungkin memang bertambah devisa yang dapat dihemat, dan juga membuka lapangan usaha bagi pekerja di dalam negeri. Namun pula dengan menunggu para “industrialis” dalam negeri selesai mengerjakan kontraknya, mungkin saja APBn harus menunggu menanggung beban yang lebih lama. Dihitung saja mana yang lebih untung.

Lebih aneh lagi pernyataan politisi yang ada di DPR, anggota Komisi VII Ade Nasution, seperti yang dikutip Rakyat Merdeka 26 Oktober 2007, bahwa ia tak setuju dengan alasan Jusuf Kalla mempercepat konversi karena kenaikan harga minyak dunia. Ia mengatakan kenaikan tersebut adalah hal biasa, dan tinggal bagaimama kesiapan pemerintah dalam menghadapi kenaikan tersebut (?). Apakah yang dilakukan Jusuf Kalla bukan suatu antisipasi?

Yang lebih membingungkan adalah komentar yang diberikan oleh Koordinasi Forum Masyarakat Pengguna Minyak Tanah (FMPMT) yang mengatakan bahwa program konversi ini hanya didasari kepentingan Bank Dunia dan IMF (?), bukan atas dasar kesejahteraan rakyat. Ia juga mengatakan bahwa program ini syarat dengan kepentingan perusahaan minyak internasional dan aparat birokrasi. Lho, bukankah dengan menggunakan gas maka akan beralih dari minyak, bukan lagi Pertamina yang berjaya melainkan PN. Gas. Selama ini Indonesia lebih banyak mengeskport gas keluar daripada memakai dalam negeri.

Ah…komentar-komentar yang membingungkan..

6 responses to “Ingin Cepat Pakai Gas, Tabung Tak Siap?

  1. Neraca untung ruginya buat rakyat, apabila tanpa dikalkulasi dengan unsur politik JK gimana, Mas Thamrin?

    Maksud saya, untuk rakyat yang jelas-jelas akan mengkonsumsi bahan bakar, lebih banyak mudharatnya atau malahan banyak manfaatnya?

    p.s: ‘rakyat’-nya lebih spesifik ke arah pengguna bahan bakar untuk konsumsi rumah tangga.

  2. Kalau buat aku, Pak, jelas ada nyang “salah”. Masih inget ketika Mega menahan kenaikan BBM menjelang pemilu? Padahal waktu itu keadaan memang sudah tidak bisa ditolong lagi.

    Lalu ketika Pemilu berakhir dan SBY jadi pesinden, eh presiden, terang saja yang ketiban tulah yah rezim (dalam artian netral yah, yaitu jajaran Pemerintah, atawa Presiden et. al.) SBY. Mau gak mau SBBY harus naikkan BBM.

    Toh, Mega dalam orasinya, ia “berhasil” menundukkan harga BBM agar tidak naik, padahal hanya ditunda untuk dilimpahkan kepada siapapun presiden kelak. Pun seandainya Mega terpilih kembali, dalam waktu dekat paska kemenangannya, dia bakal menaikkan BBM.

    Saya kira modusnya sama, Oom JK rasanya kepingin bermain bola seperti Mbak Mega …

    jadi ingat iklan layanan masyarakat dahulu …: Di, kita main bola lagi yux! heheh …

    This is just my humble (and shallow) opinion, Sir 🙂

  3. Serba salah krn dinegri kita yg ilmiah dan msk akal SLALU dicurigai, jadi wajar kalau INDONESIA ekonominya gak maju-maju. India, Cina ngomong teknologi, investasi, disini ribut soal pilpres, pilkada, silaturahmi politik, DASAR BANGSA TEMPE !!
    yg ada dibenak kita hanya : bad mind, mirip komentator bola….ah, ngomong dowang !!!

  4. Serba salah krn dinegri kita yg ilmiah dan msk akal SLALU dicurigai, jadi wajar kalau INDONESIA ekonominya gak maju-maju. India, Cina ngomong teknologi, investasi, disini ribut soal pilpres, pilkada, silaturahmi politik, DASAR BANGSA TEMPE !!
    yg ada dibenak kita hanya : bad mind, mirip komentator bola….ah, ngomong dowang !!!
    (Kenapa ya susah bgt submit message-nya slalu ada tulisan sepertinya anda telah bla..bla..bla…What’s wrong?)

  5. Wah kemarin malah ada orang salah antar tabung gas tuh, saya nggak pesen kok tahu-tahu dianter
    ya saya balikin aja takut disuruh buayar yang mahal nanti hehe….

  6. Tabung teratasi dengan impor. Bisa-bisa kompornya juga diimpor. Selanjutnya gas juga diimpor. Sama halnya dengan berbagai jenis minyak. Indonesia ekspor minyak mentah, balik lagi sudah jadi…

    Tambah lieur ketika sebelum lebaran, ada yang pesen jutaan kompor untuk proyek konversi ini. Yang nawarin itu pegiat partai politik. Ya berdasar komentar-komentar di atas, dan pengalaman dipesenin kompor (padahal gak punya pabrik), sudah terpikir bahwa ini proyek rebutan proyek. Bukan mengurangi devisa 😀

Tinggalkan komentar