Tag Archives: Indonesia

Migrant Workers and the Wealth of Nations

Major cases that had occurred related to Indonesian migrant workers abroad. In fact, a lot has happened to migrants that are sent through Indonesian migrant workers agencies, which are state-appointed official institutions to channel migrant workers to foreign countries. This fact was mentioned by Wahyu Susilo, a migrant workers activist from Migrant Care, in a public discussion on Migrant Workers and the Wealth of Nations, which was held by the Freedom Institute in cooperation with Friedrich Naumann Foundation, on January 13th, 2011.

Furthermore Wahyu Susilo said there were about 18 state institutions involved in the affairs of Indonesian workers overseas, or migrant workers. Recruitment agencies are one of them. He said that the biggest mistake is giving a monopoly to the state to manage the migrant workers affairs, through a recruitment agency or the Supervisory Board for Placement and Protection of Indonesian Workers (BNP2TKI – National Authority for the Placement and Protection Indonesian Overseas Workers). Protection and placement of Indonesian migrant workers mechanism is still bad. One example is when the migrant workers arrive at the airport in Indonesia; they do not have a choice of transportation modes that will be used. Everything has been arranged by the state, which sometimes it is very expensive and burdensome to them.

The issue of protection of migrant workers’ rights and freedom of movement of workers within and across countries has always been a hot issue in the media. At the ASEAN level and beyond, their member countries have started getting ready to open their borders, towards the so-called open-Asian economic community.  Open market in this context is not only for exit-entry of goods and services, but also for humans.

Ari Perdana, an economist observer from CSIS (Centre for Strategic and International Studies), who also became one of the speakers in the public discussion quoted a liberal economist Dani Roderick who stated, if human migration is being liberalised  possible advantages can be achieved 25 times the gains from liberalization of investment.

According to Ari Perdana, migration issues become important because they concern the issue of welfare. Other aspects, such as financial institutions are also important, especially in relation to foreign exchange and income derived from remittances to the village of origin of migrant workers, which in certain areas amount to even four times the local revenue of the regions.

Natural disasters and wars can lead to migration of citizens from one country to another. But the reason for most migration is economic, social and political change in countries of origin. Migration is one way to avoid poverty, which actually has been done for a long time in human history. By migration humans hope to obtain a better life in the destination country or regions.

Wahyu Susilo said that the process of migration of Indonesian citizens to other countries, such as Sabah, in Malaysia for instance, occurs spontaneously and voluntarily since time immemorial. In the modern era, however, state calls this illegal migration, which is therefore not documented and do not receive legal protection. Actually according to their status as Indonesian citizens they should have a protection, wherever they are. There are nearly 2 million migrant workers from Indonesia, whether or not documented by the state, living and working in Malaysia.

Wahyu Susilo emphasizes the importance of the right of citizens to choose the type of migration they want and being not monopolised by the state and institutions that are determined by the state.

Aspects of the welfare and protection of the rights of migrant workers has also been the focus of attention in an international conference by the Economic Freedom Network Asia, which was held by the Friedrich Naumann Foundation and Freedom Institute, in Indonesia in October last year. Not only should for the protection of migrant workers outside and inside the country be assured, but also the freedom of movement of should workers be enlarging to be used to build the prosperity of the nation.

Artikel dimuat pula di situs:  www.fnfasia.org

Sekali Lagi Tentang Pajak

Tolong simak isi artikel yang mengutip pernyataan Dirjen Pajak Darmin Nasution ini.

http://bisnis.vivanews.com/news/read/52167-_ri_jangan_jadi_negara_surga_bebas_pajak_

Terus terang saya tidak paham dengan logika yang ada di kepala Bapak Darmin. Jika memilhat dari kacamata investasi, jelas investor akan lebih memilih negara yang memberi kemudahan pajak. Sudah terbukti, Hong Kong, Makau, atau China, yang justru adalah negara-negara yang disebutkan oleh beliau sebagai negara yang memberikan tax heaven. Dengan adanya investasi tersebut terbukti pertumbuah ekonomi mereka “cukup” baik. Artikel tersebut pun mengutip dua negara lain yang memberi tax rendah, sekitar 15 persen, seperti Korea Utara dan Jepang. Lagi-lagi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup baik.

Lucunya Bapak Darmin mengatakan keberadaan negara-negara tersebut justru merugikan Indonesia….heeeeeeh…

Ya jelas dong. Kita rugi karena jarang ada investor yang mau datang dengan pajak tinggi. Piye to…?

Jika tidak ingin dirugikan, ya turunkan pajaknya…

Memang susah jika logika yang ada dikepala Bapak Darmin, sebagai pejabat negara, adalah tentang bagaimana mendapat PEMASUKAN YANG SEBESAR-BESARNYA BAGI NEGARA.

Lantas bukankah tugas dan fungsi negara adalah melayani warganya. Jika investasi banyak bermasukan. Industri atau usaha baru dibuka, lapangan pekerjaan tersedia, bukankah itu menjadi salah satu bukti pelayanan yang diberikan oleh negara.

Jika negara menargetkan pemasukan besar dari pajak, akan dipakai untuk apa pemasukan yang besar tersebut?

Bukankah disaat mengahadapi krisis seperti sekarang ini, kita harus pandai-pandai menjaga investor yang ada di negara Indonesia. Lebih dari itu, bukankah pajak yang tinggi akan menjadi beban bagi masyarakat. Mereka akan terkena beban pajak pendapatan, pajak kekayaan, dan ongkos produksi (pajak pertambahan nilai, pajak invetasi, dsbb) dari produsen terhadap barang-barang yang kita beli (menjadi lebih mahal).

Tak taulah…mungkin temans memiliki masukan yang lebih baik?

Pajak dan Warganegara

Bulan Maret lalu mungkin menjadi bulan yang tidak menyenangkan bagi sebagian besar diantara kita. Sunset policy, pengampunan bagi wajib pajak yang baru mendaftar berakhir, sudah harus berakhir dan daftar kekayaan pun harus disetor kepada pemerintah, lewat dinas Pajak pada 31 Maret 2009 lalu.

Pada akhir 2007, jumlah wajib pajak terdaftar baru 5,3 juta orang. Namun, hanya dalam tempo 14 bulan, yakni pada pertengahan Februari 2009, jumlah wajib pajak terdaftar melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 12,1 juta orang. Pendapatan negara pun meningkat. Pada 2007, penerimaan negara dari sektor pajak baru mencapai Rp491 triliun. Setahun kemudian, penerimaan negara dari pajak naik signifikan sebesar 32% menjadi Rp658,7 triliun. Rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto juga naik, dari 12,4% pada 2007 menjadi 14,1% pada 2008. Baca lebih lanjut

Akankah Kita Memasuki “Resesi Besar”

Banyak diantara kita yang akan berkomentar sinis terhadap International Monetary Fund (IMF) atau World Bank (WB), jika disinggung kedua nama lembaga tersebut. Namun kini, kesinisan tersebut bisa menjadi boomerang, jikalau kita mengabaikan peringatan yang dilontarkan oleh kedua lembaga tersebut.

Selasa lalu, 10 Maret 2009, seperti yang dikutip dari kantor berita AFP, Dominique Strauss-Kahn, kepala International Monetary Fund, dalam wawancaranya dengan televise Perancis, France 24, mengatakan bahwa ekonomi global akan terpuruk pada tahun ini (baca 2009), karena dunia tengah memasuki sebuah “Resesi Besar.” Ia mengatakan bahwa perekonomian semakin memburuk sejak bulan Januari, saat IMF masih memperkirakan pertumbuhan GDP dunia dapat berkisar pada angka 0.5 persen. Namun perkembangan berkata lain, dan berita yang diterima semakin buruk, sehingga ia beranggapan dunia kini tengah memasuki Resesi Besar. Baca lebih lanjut

Masih Perlukan Melakukan Reformasi Birokrasi?

Korupsi ibarat rayap, yang secara tekun dan terencana, menggerogoti sendi-sendi penunjang laju pertumbuhan dan perkembangan suatu negara, yaitu birokrasi. Upaya yang dilakukan oleh pemeintah, melalui Komisi Pemberantasan Korupsi, paling tidak mulai menunjukkan hasil. Secara perlahan kasus-kasus dan temuan baru diungkapkan, walau masih menyimpan banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.

Ada yang mengatakan bahwa maraknya kasus korupsi yang bermunculan menandakan semakin parahnya korupsi di negeri ini. Namun kita pun bisa mengambil sisi positif dari fenomena tersebut. Mungkin tak separah dahulu, alias sama saja, hanya saja dahulu, di masa Soeharto, tak banyak kasus yang terungkap. Baca lebih lanjut

Harga BBM Turun Lagi: Politik atau Bukan?

Politisi Indonesia memang paling pandai berkelit, mencari berbagai alasan mmperkuat argumen. “Komoditi” yang paling laku dipakai adalah BBM, karena konon menyangkut hajat hidup orang banyak.

Karena itu tatkala harga BBM melambung tinggi (menurut Iwan Fals akan membuat ….”susu tak terbeli”), ramai kritik dilontarkan saat pemerintah tak tertahankan harus menaikkan harga BBM dan mencabut subsidi yang membebani APBN. Tak memperhatikan nasib rakyat katanya. Rakyat haruslah tetap mendapatkan harga BBM murah untuk dibakar habis.

Namun toh saat pemerintah menurunkan harga BBM, karena harga minyak dunia yang turun, kritik yang kembali dilontarkan adalah “komoditi politik.” Mungkin karena tiga kali penurunana yang dilakukan menjelang pemilihan umum. Baca lebih lanjut

Kiat Berziarah Ke Pemakaman

Berziarah ke pemakaman merupakan hal yang sedikit “menakutkan,” Bukan karena hantu gentayangan yang sering digambarkan dalam film-film horor Indonesia. Toh biasanya kita berkunjung siang atau sore hari (kalau malam mungkin untuk pacaran atau shooting “memburu hantu”).

Justru yang menakutkan adalah manusia yang biasanya berkeliaran di area pemakaman, entah yang menawarkan jasa membersihkan makam, meminta-minta sedekah, atau menawarkan jasa membacakan doa. Memberi sedekah, membiarkan orang ikut berdoa bersama kita, atau menerima seseorang yang menawarkan diri melakukan pekerjaan kebersihan mungkin sesuatu yang biasa. Namun yang dijumpai di area pemakaman adalah hal yang “luar biasa.” Terutama saat-saat menjelang bulan Ramadhan dan hari Raya Idhul Fitri atau Adha.

Terkadang kita merasa terganggu dengan kerumunan orang yang menawrkan jasa membersihkan makam, yang terkadang mencapai 10 – 12 orang. Padahal untuk membersihkan makam tersebut mungkin hanya membutihkan satu atau dua orang saja. Namun jika kita mengatakan cukup dua. mereka akan menjawab, “terserah nanti diberikan berapa saja.” 🙂  Jadi bukan soal jasa membersihkan makam itu yang mereka tawarkan, tetapi belas kasih dan sedekah kita. Alat potong rumput dan membersihkan makam tersebut hanya cara saja. Toh jika kita berikan Rp 15 ribu atau Rp 30 ribu tak ada bedanya, dan memang sulit menghitung nilai jasa yang merekan berikan dengan perbandingan uuran makam serta tenaga yang terpakai. Baca lebih lanjut